China telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dalam kurun waktu 30 tahun ini, dengan angka pertumbuhan GDP rata-rata tahunan 9% selama periode tersebut. Pertumbuhan yang sangat cepat ini telah membawa kemajuan yang signifikan pada standar hidup yang juga berkontribusi pada penurunan kemiskinan dan terciptanya lapangan pekerjaan.
Bagaimanapun juga, selain berdampak positif, pertumbuhan yang sangat cepat ini juga berdampak mahal. Pola pertumbuhan yang tidak berkelanjutan telah memancing permasalahan ekonomi yang penting termasuk menipisnya SDA, penurunan ekosistem dan penurunan kualitas udara dan air dikarenakan kenaikan tingkat pencemar.
Berdasarkan Pernyataan Laporan Lingkungan Cina tahun 2006, 54% DAS dari 7 sistem utama perairan Negara tidak memenuhi batas minimum air permukaan. Hampir setengah dari DAS ini tergolong dalam Kategori V, kategori paling buruk pada system standar air permukaan di China (SEPA 2007). Sementara itu, buangan Sulfur dioksida (SO2) mencapai 25.89 juta ton, jauh melebihi 12 juta ton yang ditentukan oleh standar baku mutu nasional.
Beberapa tahun terakhir, China telah menjadi pusat produsen utama di dunia termasuk untuk produk elektronik dimana sebagian diekspor ke negara lain dan sebagian besar juga menjadi konsumsi lokal masyarakat China sendiri diantaranya kulkas, mesin cuci dan televisi dalam jumlah ratusan juta.
Dengan semakin banyaknya produk elektronik di China, pemerintah sudah harus mengelola kenaikan jumlah limbah elektronik yang dihasilkan. Selain limbah elektronik lokal, China juga menerima alat elektronik yang dibuang dari negara-negara maju di dunia. Diperkirakan 70% limbah elektronik dunia dibuang ke China (Tao dan Yuping 2007). Tujuan akhir limbah ini adalah di Guiyu yang terletak di Propinsi Guangdong. Kota ini hampir seluruhnya dijadikan sebagai tempat pelayaran akhir limbah elektronik dari US, Eropa dan Jepang. Di Guiyu dan tempat-tempat lainnya, buruknya pengelolaan limbah elektronik telah mengakibatkan pencemaran tanah, air dan udara yang serius yang selanjutnya berdampak pada masalah kesehatan masyarakat sekitar. Pemerintah China mulai merespon permasalahan limbah elektronik ini dengan menerapkan suatu kerangka ekonomi nasional ke arah kebijakan ekonomi, lingkungan dan social yang terpadu untuk pencapaian efisiensi sumber daya.
Januari 2009, Undang-undang Peningkatan Ekonomi Sirkular/ Circular Economy Promotion Law (CEPL) mulai diterapkan di China. Tidak seperti di negara-negara lain, kebijakan ini lebih ke arah pendekatan ekonomi bukan kebijakan lingkungan dan berada di bawah pengelolaan Komisi Pengembangan dan Reformasi Nasional/ National Development and Reform Commission (NDRC) bukan dibawah badan pengendalian lingkungan Lembaga Pengendalian Lingkungan Negara/ State Environmental Protection Administration (SEPA).
Undang-undang ini melihat keseluruhan dampak ekonomi dan lingkungan dari siklus suatu produk mulai bahan baku yang digunakan pada proses produksi dan distribusi, konsumsi produk dan juga kemungkinan penggunaan kembali, proses daur ulang maupun pembuangan limbah produk. Kontrol penggunaan sumber daya dan energi dilakukan dengan prinsip 3R dan didukung oleh kebijakan pemerintah dan mekanisme pasar sehingga diharapkan pola yang terbentuk bukan lagi “resources—products—wastes”, tetapi sudah menjadi “resources–products– recycled resources” (Kummer 2007).
Undang-undang Peningkatan Ekonomi Sirkular juga mengadopsi konsep Perluasan Tanggung jawab Produser/ Extended Producer Responsibility (EPR) dengan tujuan membantu mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan dan pembuangan limbah elektronik. Berdasarkan pengalaman negara-negara Uni Eropa, tetap diperlukan studi mengenai konsep ini dengan melibatkan tanggung jawab pengusaha, konsumen dan pemerintah.
Kebijakan Ekonomi Sirkular dan EPR di China
Undang-undang Peningkatan Ekonomi Sirkular (CEPL) merupakan hasil dari tindak lanjut pemerintah selama beberapa tahun yang mengganti sistem pengelolaan lingkungan yang sebelumnya pengendalian pencemaran di akhir penggunaan produk menjadi sistem pengelolaan pada keselurauhan siklus produk. Sepanjang 10 tahun ini, pemerintah China mempromosikan kebijakan ini melalui lembaga legislatif negara melalui penyusunan aturan, perencanaan daerah, proyek percobaan dan lain sebagainya. Poin utama dalam pengelolaan limbah adalah Undang-undang Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Sampah yang diterbitkan pada 1996 dengan penambahan pada akhir 2004. Undang-undang ini mencakup aturan tanggung jawab industri, distributor, importir dan konsumen dalam pencegahan dan pengendalian pencemaran sampah. Akan tetapi Undang-undang ini tidak mengatur secara spesifik dan jelas mengenai aturan pengumpulan dan penggunaan kembali/ daur ulang produk.
Undang-undang Peningkatan Produksi Bersih diterbitkan pada 2003 mengatur pencegahan pencemaran pada proses produksi. Aturan ini dipandang terlalu umum dan sedikit sekali mengatur implementasi secara rinci meskipun terdapat beberapa aturan yang sesuai dengan kebijakan Ekonomi Sirkular.
Pada 2002, SEPA dan beberapa kementerian bersama-sama mengeluarkan Daftar Barang yang Dilarang untuk Diimpor diantaranya baterai, AC, computer, kulkas dan TV. Setahun kemudian, SEPA mengeluarkan pemberitahuan dalam hal dukungan terhadap pengelolaan lingkungan terhadap limbah elektronik dengan tujuan mengurangi volume limbah elektronik secara keseluruhan, meningkatkan angka pemanfaatan kembali produk yang telah ada dan mengurangi dampak negative terhadap lingkungan.
Pada 25 Februari 2009, Peraturan Pengumpulan dan Pengelolaan Limbah Produk Elektrik dan Elektronik telah disosialisasikan oleh lembaga kenegaraan dan dilaksanakan pada awal tahun 2011. Melalui peraturan ini, NDRC dan beberapa kementerian memiliki wewenang untuk menyusun daftar khusus limbah produk dengan aturan pelaksana sistem pengumpulan dan pemanfaatan/ daur ulang produk. Untuk mendukung hal ini, aturan mengenai pendanaanpun juga harus ditentukan meskipun kementerian keuangan tetap memiliki wewenang untuk memformulasikan perhitungan pendaan ini.
Langkah lain yang dilakukan adalah pada Maret 2007, Kementerian Industri Informasi, NDRC dan 4 kementerian lainnya mengeluarkan peraturan yang berisi ketentuan secara administrasi terhadap pencegahan dan penanganan pencemaran produk informasi elektronik. Dalam ketentuan ini ditetapkan beberapa hal diantaranya bahwa produk dirancang dengan metodologi yang ramah lingkungan, sebelum produk dipasarkan, informasi B3 dan 3R sudah tercantum pada produk serta adanya larangan dan batasan dalam penggunaan B3 itu sendiri.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kebijakan CEPL juga menerapkan konsep EPR dimana NDRC berwenang dalam menentukan daftar produk yang harus menerapkan EPR. Undang-undang ini mencakup aturan dalam perencanaan, standar dan statistika, daftar produk yang disarankan, dibatasai dan dilarang, batasan penggunaan sumber daya, pelabelan, rancangan produk yang ramah lingkungan, insentif, tanggung jawab produsen dan konsumen dan aturan lainnya. Meskipun begitu, aturan yang mendukung EPR ini masih bersifat umum dan belum menjelaskan dengan lebih rinci dalam hal pelaksanaan.
Uji Coba Kebijakan Ekonomi Sirkular
Pada 2005, NDRC dan 6 kementerian di China, menerbitkan acuan untuk Uji Coba Kebijakan Ekonomi Sirkular. Berdasarkan acuan tersebut, uji coba dilaksanakan pada 7 sektor utama, 4 area utama, 13 kawasan industry dan 10 propinsi dan kota. Tujuannya adalah untuk mengurangi penggunaan sumber daya dan buangan limbah dan meningkatkan penghematan penggunaan sumber daya. Uji coba tahap I ini memberikan hasil yang cukup signifikan dalam penghematan penggunaan energi pada perusahaan besi dan baja. Di Kota Tsingtao, telah dibuat suatu sistem pengumpulan limbah alat rumah tangga di beberapa titik. Sistem ini berhasil meningkatkan angka pemanfaatan bersama sampah industri hingga lebih dari 97% (Feng 2007). Di kawasan industry ini limbah AC, mesin cuci, TV, kulkas sudah dapat dikelola dengan efisien. NDRC mulai melakukan uji coba tahap 2 pada akhir 2007 di 11 sektor utama, 4 area utama, 20 kawasan industry dan 17 propinsi dan kota. Saat ini EPR difokuskan pada sistem pengumpulan limbah alat rumah tangga sebagi contoh Perusahaan Haier memulai suatu sistem dengan beberapa distributor besar di kota Tsingtao dimana masyarakat bisa mendapatkan microwave yang baru dengan mengembalikan microwave mereka yang lama dan membayar tambahan sebesar 100 Yuan RMB. Biaya lain menjadi tanggunan Haier tanpa subsidi pemerintah.
Model Uni Eropa dan Kaitannya dengan China
China menyadari perlunya aturan lebih lanjut dalam meningkatkan penerapan EPR berdasarkan kerangka kerja kebijakan Ekonomi Sirkular, untuk itu para pengambil kebijakan di China memandang perlunya mengadopsi kebijakan serupa yang telah lebih dulu diterapkan oleh negara-negara industri khususnya Uni Eropa. Pada tahun 2003, EU mengeluarkan 2 pedoman yaitu Pedoman Limbah Peralatan Elektrik dan Elektronik / Waste Electrical and Electronic Equipment Directive (WEEE Directive) yang ditujukan untuk mencegah timbulnya WEEE dan peningkatan penggunaan kembali/ daur ulang produk tersebut. Hal lainnya adalah Pedoman Pembatasan Bahan Berbahaya/ Restriction of Hazardous Substances Directive (RoHS Directive). Pedoman ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan berbahaya dalam proses produksi perlengkapan elektrik dan elektronik.
Beberapa perbedaan kondisi antara China dan Uni Eropa dalam pengelolaan WEEE dapat dilihat pada tabel berikut:
Perihal | Uni Eropa | China |
Persepsi terhadap WEEE | WEEE secara umum dianggap tidak bernilai dan tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu, peraturan dan pedoman Uni Eropa ditujukan untuk memerangi semua buangan yang tidak aman | WEEE secara umum dianggap sebagai sumber daya dan memiliki nilai jual di pasaran. Untuk itu, peraturan di China ditujukan untuk memperbaiki sistem yang sudah ada untuk pengumpulan/ penggunaan kembali/ daur ulang sehingga menjadikan WEEE ramah lingkungan |
Kesadaran masyarakat | Di beberapa negara Eropa, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sudah dibangun berpuluh tahun yang lalu. Peraturan terkait juga sudah dibuat | Kesadaran dan tanggung jawab lingkungan masyarakat masih kurang dibangun |
Tanggung jawab EPR | Kebijakan di Eropa mencakup konsep EPR bagi produser dan pelaku swasta lainnya (importer, distributor dsb) | Kebijakan China saat ini belum mencakup hal EPR secara terperinci |
Pengumpulan WEEE | Beberapa sistem di negara Eropa, tersedia tempat pengumpulan WEEE yang ditujukan agar dapat digunakan masyarakat | Pengumpulan WEEE dari tiap rumah tangga masih bersifat informal dari para pedagang. Masyarakat China belum disiapkan untuk mengumpulkan pada tempat tertentu. Sistem yang lebih baik bisa diterapkan pada sistem pengumpulan yang sudah ada dengan melakukan beberapa perbaikan |
Penjualan dan penggunaan kembali alat elektronik yang sudah lama | Pedoman WEEE menetapkan prioritas sistem penggunaan kembali dibandingkan dengan daur ulang dan pembuangan langsung. Kebijakan dibeberapa negara Eropa mencakup sistem penggunaan kembali sebagai langkah pencegahan | Di China, Rancangan Peraturan menetapkan penjualan alat elektronik bekas dapat dilakukan pada pasar yang telah ditunjuk dengan melalui pengujian dan pemberian informasi produk oleh pihak yang resmi ditunjuk. Terkait keutamaan barang-barang bekas pakai tertentu, pendekatan rancangan NDRC lebih tepat bagi China dibandingkan dengan pendekatan negara Uni Eropa |
Pelaksanaan sistem pengelolaan WEEE | Dibeberapa negara Eropa, sistem ini pada dasarnya dilaksanakan oleh pihak swasta dibawah pengawasan dan kerja sama pihak negara yang berwenang | Kebijakan yang ada saat ini belum mengarah secara spesifik mengenai hal ini. Pendekatan negara Eropa mungkin sesuai bagi China selama ada aturan pengawasan yang efektif bagi kewenangan pemerintah |
Target Quota | Undang-undang negara Eropa mencakup target quota untuk pengumpulan dan daur ulang WEEE | Rancangan peraturan China tidak menetapkan target quota saat ini. Dalam hal ini, pola yang digunakan negara Eropa cukup membantu bagi China. Target quota dapat menjadi alat monitoring implementasi yang efektif |
Pendanaan | Dibeberapa kebijakan negara Eropa, pendanaan sistem ini menjadi tanggung jawab pihak produsen. Di negara Swiss dan Belgia, penambahan biaya daur ulang ditanggung oleh pembeli peralatan elektronik | Rancangan NDRC mencakup pendanaan khusus yang disediakan oleh pemerintah. Sumber pendanaan ini akan ditanggungg oleh berbagai pihak |
Pemimpin kewenangan | Dibeberapa negara Eropa, terdapat satu pihak berwenang di tingkat nasional yang bertanggung jawab untuk keseluruhan sistem pengelolaan WEEE dengan kewenangan untuk bekerja sama | Terdapat sejumlah kewenangan berbeda pada semua pihak yang memiliki kapasistas terkait sistem WEEE. Penunjukan satu pihak yang berwenang dapat memperjelas proses yang ada, sedangkan pihak lain tetap dapat berpastisipasi sesuai fungsinya |
Peran Pemerintah, Industri dan Masyarakat
Pemerintah China memiliki kekuatan besar dalam mengatur kegiatan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Pemerintah membuat kebijakan ekonomi sirkular dan menerapkannya melalui beberapa pendekatan seperti penetapan pajak sumber daya, penyediaan dukungan pendanaan proyek ekonomi sirkular dan penyediaan pelayanan pendidikan dan informasi terkait yang dibutuhkan.
Industri juga tidak kalah memegang peranan penting dalam kesuksesan ekonomi sirkular karena diantara mereka sendiri terjadi persaingan sehingga masing-masing industri semakin berusaha untuk lebih ramah terhadap lingkungan guna menaikkan daya saing mereka dibanding industri yang lain.
Keterlibatan masyarakat dalam ekonomi sirkular dapat dilakukan dalam hal perilaku harian yang lebih pro lingkungan seperti pengurangan penggunaan kemasan sehingga mengurangi limbah, penggunaan suatu produk dengan waktu yang lebih lama sehingga memperlama umur produk dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Kebijakan Ekonomi Sirkular dan EPR di China masih pada tahap awal meskipun sudah banyak langkah dan usaha yang telah dilakukan. Faktor kapasitas manajemen, sistem peraturan, sistem ekonomi, teknologi dan mekanisme pengelolaan limbah harus semakin menjadi perhatian. Dorongan terhadap pengelolaan lingkungan harus semakin ditingkatkan. Perencanaan terhadap implementasi EPR harus disusun dengan sangat baik dengan melibatkan semua pihak yaitu pemerintah, pengusaha dan konsumen sebagai mana dapat dilihat dan dipelajari dari pengalaman negara maju di Uni Eropa.