Search
Search
Close this search box.

Kebijakan Teknis ISWA No. 8 – Waste-To-Energy Sebagai Bagian Dari Pengelolaan Sampah Terintegrasi

Kebijakan Teknis ISWA No. 8
Waste-To-Energy Sebagai Bagian Dari Pengelolaan Sampah Terintegrasi

Version 3. Approved Jan 11, 2007

 

Kebijakan

ISWA mendukung waste-to-energy sebagai elemen dari pengelolaan sampah yang terintegrasi. Dalam hubungannya dengan pembakaran sampah, pemanfaatan teknologi dan sistem waste-to-energy merupakan aplikasi yang diinginkan. Penggunaan waste-to-energy harus konsisten dengan rencana pengelolaan sampah terintegrasi pemerintah baik nasional, regional dan lokal.

Perizinan fasilitas waste-to-energy harus konsisten dengan kebutuhan, kapasitas jangka panjang dan rencana pengelolaan sampah  Biaya penuh untuk penentuan siting, desain, konstruksi, dan operasi harus dimasukkan ke dalam biaya fasilitas waste-to-energy, termasuk manajemen abu (bottom ash management), penanganan yang aman dari gas buang (membersihkan residu) dalam sistem pengelolaan sampah terintegrasi. Penggunaan fasilitas waste-to-energy harus konsisten dengan kondisi ekonomi, lingkungan, dan kesehatan masyarakat dengan Best Available Technology References (BREF). Penggunaan fasilitas waste-to-energy harus didasarkan pada jaminan bahwa selama penentuan siting, desain, konstruksi, dan operasi, fasilitas waste-to-energy mematuhi semua peraturan dan perizinan.

Rekomendasi

Berikut adalah praktek terbaik dalam penentuan siting, desain, dan operasi waste-to-energy sebagai bagian dari pengelolaan sampah terintegrasi :

  1. Pemilihan lokasi untuk waste-to-energy, desain, konstruksi dan operasi yang digunakan harus :
  • Konsisten dengan kondisi penggunaan lahan,
  • Mengumpulkan informasi tentang situs dan mendalaminya,
  • Melindungi situs-situs arkeologi, sejarah, dan budaya daerah,
  • Dekat dengan jaringan listrik, dan jika mungkin dapat menyediakan kota, desa, dan industri dengan heat, district heating dan / atau district cooling,
  • Menyediakan praktek terbaik dalam desain, konstruksi, dan operasi, dan
  • Meminimalkan dampak terhadap kualitas udara dan air, atau sebaliknya merugikan kesehatan masyarakat, keamanan dan kesejahteraan,
  • Mendorong kegiatan daur ulang dan usaha pengurangan sumber sebagai salah satu rencana pengelolaan sampah terintegrasi
  1. Waste-to-energyharus didesain oleh insinyur yang professional dan ahli lainnya yang telah memiliki lisensi. Dengan menunjukkan pengetahuannya dalam desain fasilitas waste–to-energy dengan berpedoman pada prinsip – prinsip berikut :
  • Memungkinkan pekerjaan yang efisien dan aman,
  • Adanya akses kontrol terhadap mesin,
  • Menyediakan sarana untuk pengukuran berat sampah yang masuk, abu, dan gas buang residu dari proses pembakaran,
  • Menyediakan sarana visual screening untuk sampah yang masuk,
  • Adanya kontrol emisi secara efisien terhadap udara dan air sesuai dengan arahan, hukum dan peraturan,
  • Menyediakan daur ulang logam dan kerikil dari abu dasar (bottom ash),
  • Menyediakan penanganan akhir yang aman dari residu pembersih gas buang di tempat pembuangan sampah atau situs yang diizinkan.
  1. Pengoperasian fasilitas waste-to-energy harus sesuai prinsip-prinsip berikut :
  • Pengoperasian di bawah manajemen yang profesional, terampil, kompeten, manajer dan staf terdidik dalam rangka untuk mengarahkan dan mengoptimalkan proses pembakaran, dengan pemulihan energi dan untuk meminimalkan emisi dengan daur ulang abu secara maksimal serta dengan penanganan gas residu yang aman,
  • Mengoptimalkan pemulihan panas dan/atau listrik,
  • Menyediakan akses yang hanya dikendalikan dan digunakan oleh pengguna yang berwenang,
  • Mengukur semua sampah yang masuk dengan satuan berat,
  • Melakukan inspeksi secara acak terhadap beban sampah yang masuk. Ini dirancang untuk mendeteksi dan mencegah pembakaran sampah yang tidak cocok,
  • Hanya menerima sampah/limbah yang masuk dalam izin,
  • Adanya kegiatan pelatihan personil di site.
  • Penanganan limbah dan pembakaran sampah harus memenuhi standar tempat kerja baik nasional maupun lokal untuk keselamatan, perlindungan kesehatan, dan eksposur pekerja.