Judul Asli : Waste Prevention, Waste Minimisation and Resource Management
Penerbit : ISWA
Tahun : 2011
Tebal : 16 halaman
Salah satu pesan fundamental dalam UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah perubahan paradigma persampahan dari sistem kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan sampah di sumber. UU ini bukan hanya membahas sampah yang timbul setelah suatu produk dikonsumsi, melainkan juga prinsip pencegahan sejak proses produksi suatu produk oleh produsen. Pada prakteknya, prinsip minimisasi sampah di Indonesia masih menemui banyak kendala untuk diterapkan, mengingat luasnya aspek dan pihak yang terkait di dalamnya. Disamping pentingnya komitmen tentang hal ini, diperlukan juga instrumen pendekatan dan kebijakan operasional yang lebih mendorong sistem pemanfaatan kembali dan daur ulang sampah, agar dapat menjadi mainstream atau arus utama praktek pengelolaan sampah di Indonesia.
Dokumen ini termasuk dalam ISWA Key Issue Paper yang disiapkan oleh ISWA Working Group on Recycling and Waste Minimisation, untuk menjadi referensi dalam mengintegrasikan pengelolaan sampah modern sebagai aspek integral pengelolaan materi dan aliran energi. Disadari bahwa untuk menjawab tantangan globalisasi dan kelangkaan sumber daya alam, dibutuhkan solusi teknis dan manajemen agar kondisi ekologi dan manfaat sosial sesuai dengan yang diharapkan.
Faktanya, ekstraksi global terhadap sumber daya alam seperti mineral, logam, biomassa, dan pembangkitan energi berbasis fosil, meningkat terus hingga menunjukkan pertumbuhan yang mendekati eksponensial. Tingkat daur ulang yang ada saat ini tidak dapat memenuhi kebutuhan, dan selama total sumber daya yang dibutuhkan tetap tumbuh maka daur ulang yang semakin baik hanya sebagian dari jawaban kelangkaan sumber daya. Disisi lain, berbagai teknologi ramah lingkungan seperti aplikasi baterai, fuel cell, dan solar cell mensyaratkan kecukupan dan kualitas material logam untuk produksinya. Hasil analisis terhadap 41 jenis mineral dan logam terhadap perannya dalam ekonomi dan resiko suplainya ditampilkan dalam dokumen ini. Kategori krusial terdapat pada kategori ketiga, yaitu 14 jenis material yang memiliki peran penting dalam ekonomi namun memiliki resiko tinggi dalam rantai suplai
Pentingnya pemahaman yang didasari pada siklus hidup material menjadi salah satu pesan utama dokumen ini. Meskipun hirarki pengelolaan sampah bermanfaat untuk pengambilan keputusan saat material berada dalam fase sampah, tapi hanya dengan pola pikir siklus hidup dapat diperoleh gambaran komprehensif kinerja lingkungan dari suatu produk dapat dicapai. Oleh karena itu, daur ulang yang optimal perlu ditentukan berdasarkan Life Cycle Assessment (LCA).
Konsep resource management atau manajemen sumber daya dijelaskan dalam dokumen ini sebagai proses dan kebijakan mengelola material dan energi selama siklus hidup nya, dengan tujuan untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan material dan energi serta meminimalkan kehilangan material sebagai sampah yang akan dibuang. Hubungan antara berbagai metoda pengelolaan sampah dan pencegahan sampah sebagai aspek dari manajemen sumber daya juga dijelaskan, disamping deskripsi dan contoh beberapa terminologi penting berdasarkan hirarki pengelolaan sampah.
Faktor utama yang mendorong aliran material dan energi, menurut dokumen ini dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: legislasi, ekonomi, dan etika lingkungan.
- Legislasi pengelolaan sampah umumnya berawal dari keinginan untuk mencegah masalah sanitasi dan polusi lingkungan. Namun, legislasi persampahan modern bertujuan mengubah sampah menjadi sumber daya. Regulasi seperti larangan landfill atau lahan urug dan inisinerasi sampah yang masih dapat didaur ulang adalah instrument untuk mengarahkan aliran sampah menuju hirarki yang semestinya. Disamping itu, kerangka kerja extended producer responsibility (EPR) atau tanggung jawab produsen sudah menjadi salah satu instrument terpenting untuk meningkatkan dan membiayai pengumpulan terpilah dan daur ulang dari berbagai jenis produk dan material.
- Kelayakan secara ekonomi sebagai faktor pendorong cukup jelas terlihat dengan berbagai proses daur ulang yang tetap berlangsung meskipun tanpa intervensi. Di sisi lain, meskipun legislasi mengharuskan kuota daur ulang, sampah tetap dapat mengarah pada jalur ilegal jika tidak ada prosedur yang secara ekonomi menjanjikan.
- Perilaku yang lebih berpihak pada etika lingkungan, meskipun masih sedikit, mulai muncul sebagai pendorong. Konsumen dan produsen semakin sadar pada situasi terkait bagaimana barang-barang konsumsi diproduksi.
Dalam konteks globalisasi, dijelaskan dalam dokumen ini bahwa regulasi paling ketat sekalipun yang diterapkan negara maju hanya memberi dampak relatif kecil terhadap volume produksi. Tingkat pemanfaatan kembali dan daur ulang di negara maju secara prinsip hanya mempengaruhi produk konsumsi yang diimpor, tapi tidak porsi signifikan dari sampah yang timbul di belahan lain di dunia dimana proses produksi berlangsung. Oleh karena itu, dokumen ini menyertakan skema dan tahapan suatu negara menuju pengelolaan sampah yang berorientasi daur ulang
Bagian penting lainnya dari dokumen ini adalah berbagai instrumen untuk mendorong pencegahan sampah, minimisasi sampah, dan manajemen sumber daya, yaitu:
- Mengenalkan dan meningkatkan skema daur ulang. Termasuk diantaranya adalah pengumpulan terpilah dari rumah ke rumah, komunal, dan melalui retailers.
- Mengenalkan stimulan finansial. Skema pay-as-you-throw atau membayar sesuai jumlah sampah terbukti efektif sebagai instrument untuk mengurangi jumlah sampah dan meningkatkan pemilahan di sumber. Sistem deposit-return atau pengembalian dengan deposit juga mendorong tingginya kemurnian material yang terkumpul, yang memungkinkan tingginya kualitas pemanfaatan kembali dan daur ulang. Green taxation atau pajak kebersihan potensial sebagai instrument finansial yang kuat, diantaranya pajak lahan urug dan insinerasi telah terbukti dapat secara efektif membuat pemilahan dan daur ulang lebih menjanjikan secara ekonomi
- Extended Producer Responsibility (EPR). Melalui kebijakan EPR, produsen menerima tanggungjawab hukum, fisik, atau ekonomi untuk meminimalkan dampak lingkungan dari produknya. Pendekatan EPR memperlihatkan bagaimana kinerja lingkungan produk yang menjadi subyek EPR meningkat, khususnya material berbahaya dan meningkatnya tingkat daur ulang.
- Green Public Procurement (GPP). GPP terbukti menjadi stimulan yang kuat untuk inovasi lingkungan. Agar sukses, GPP membutuhkan kriteria lingkungan yang jelas dan dapat diverifikasi terhadap produk dan jasa.
- Kebijakan riset dan pengembangan. Riset dan pengembangan bertujuan bukan hanya agar produk dan proses menjadi lebih efisien, tetapi juga inovasi untuk men-deliver produk dan jasa dalam pola yang lebih sedikit mengkonsumsi sumber daya alam.
- Integrasi pencegahan sampah dalam izin lingkungan. Pencegahan sampah dan pilihan daur ulang dapat dipertimbangkan dalam fase proses perizinan bagi suatu unit usaha.
- Integrasi kriteria lingkungan dalam regulasi produk. Ketentuan ini diantaranya berupa larangan kandungan tertentu di dalam produk, persyaratan konsumsi energi, traceability (tingkat penelusuran) dan recyclability (kemampuan untuk didaur ulang) dari produk, komponen, dan material, serta kriteria untuk aplikasi material tertentu. Integrasi ketentuan lingkungan dalam legislasi produk adalah layak untuk teknologi dan standard yang sudah terbangun dan teruji.
- Product Service System (PSS). PSS adalah sistem dimana kepemilikan produk digantikan oleh penggunaan jasa. Jasa dapat berupa banyak hal, mulai dari penyewaan mobil, hingga pengiriman launderette, dan jasa digital penerangan. PSS mengubah cara produk diproduksi dan dikonsumsi.
- Sustainable design (desain ramah lingkungan). Kriteria terhadap pola konsumsi dan produksi yang lebih ramah lingkungan perlu disusun, dan spesifik sesuai jenis produk dan jasa. Contoh kriteria desain, produksi, dan pilihan konsumsi untuk berbagai jenis barang diberikan dalam dokumen ini.
Disimpulkan dalam dokumen ini, bahwa untuk memastikan ketersediaan sumber daya di masa datang dan menghadapi peningkatan yang terus menerus dalam permintaan global terhadap sumber daya utama serta mengurangi dampak negative social terkait dalam memenuhi hal tersebut, diperlukan pengelolaan sumber daya alam melalui optimalisasi penggunaan material dan recoverability (kemampuan pemulihan) dalam siklus hidup produk, menurunkan konsumsi material secara luas dan melakukan pengumpulan dan daur ulang material yang efektif. Untuk itu, perubahan pola pikir sangat dibutuhkan. Diperlukan aksi di berbagai level dan berbagai mitra. Rangkaian instrumen dan kebijakan untuk memicu pengembangannya sudah cukup tersedia. Pertanyaanya bukan pada instrumen yang mana yang perlu diterapkan, tetapi bagaimana kita dapat mengaplikasi dan mengkombinasi instrumen yang tersedia untuk mencapai hasil terbaik. [DT]