Search
Search
Close this search box.

Penambangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

landfill-mining
Judul Asli  : Landfill Mining
Penerbit     : ISWA
Tahun         : 2013
Tebal           : 9 halaman

Permasalahan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia masih cukup mendominasi isu pengelolaan sampah di berbagai kota di Indonesia. Keterbatasan lahan dan penolakan masyarakat seringkali menjadi alasan utama sulitnya mencari lahan TPA baru. Wacana  penambangan sampah di TPA oleh karena itu mulai muncul di beberapa kota, meskipun hingga saat ini belum ada yang pernah dilakukan.

Dokumen ini adalah salah satu ISWA Key Issue Paper yang disusun oleh ISWA Working Group on Landfill, untuk meng-highlight faktor kunci social, lingkungan, dan ekonomi yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan proyek landfill mining (LFM) atau penambangan TPA. Penambangan TPA umumnya dipahami sebagai ekstraksi sampah dari lahan penimbunan di TPA setelah ditutup dan tidak lagi menerima timbunan sampah baru.

Terdapat 3 (tiga) alasan utama dalam dokumen ini yang mempertimbangkan penambangan TPA, yaitu potensi material daur ulang, pemulihan energi, dan reklamasi lahan. Potensi material diharapkan didapat dari logam dan plastic, karena tingkat degradasi di dalam TPA yang rendah namun memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Pemulihan energi diharapkan diperoleh dari sampah jika dibakar dalam fasilitas incinerator, meskipun solusi ini relatif untuk jangka pendek dan menengah. Adapun untuk alasan ketiga, potensi yang ada terkait dengan pertimbangan lingkungan dan aspek keberlanjutan yang lebih luas.

Disisi lain, beberapa alasan untuk menghindari penambangan TPA juga cukup perlu dipertimbangkan. Resiko dari penggalian lokasi TPA termasuk diantaranya adalah gangguan selama kegiatan LFM, potensi adanya material berbahaya, dan lepasnya lindi atau gas TPA selama kegiatan penggalian. Sebagian besar resiko tersebut serupa dengan penambangan tradisional pada umumnya, namun lebih meningkat seiring dengan sifat heterogenitas sampah yang ada di dalam TPA.

Regulasi dan standard terkait kegiatan LFM sudah mulai ada, diantaranya di Amerika Serikat dan Inggris. Menurut dokumen ini, secara umum, aturan terkait sangat berorientasi local, dengan perspektif yang variatif. Regulasi yang ada umumnya terkait operasional selama LFM berlangsung, pemrosesan sampah dari material yang tergali, dan bagaimana polusi lingkungan di sekitar lokasi dapat diminimalisir. Aspek kesehatan dan keselamatan kerja di lokasi juga cukup diatur dalam operasional LFM.

Persyaratan dan pertimbangan teknis LFM menurut dokumen ini terkait dengan setiap proses yang dilakukan dalam LFM. Kombinasi proses tersebut yaitu: (1) pekerjaan awal, (2) ekstraksi sampah, (3) pemrosesan sampah, (4) pemasaran, (5) remediasi lahan, dan (6) pembangunan lanjutan. Termasuk bagaimana menangani material berbahaya jika ditemukan di dalam TPA. Selain itu, variasi yang tinggi dari komposisi dan konsistensi sampah yang diperoleh dari tahap-tahap penggalian juga sangat dimungkinkan. Oleh karena itu, seringkali dibutuhkan sistem pre-treatment terhadap hasil galian untuk memperoleh material yang homogen untuk menjadi bahan baku instalasi pemulihan energi.

Terkait dampak lingkungan dan potensi mitigasinya, dijelaskan bahwa standar pengendalian penimbunan sampah seperti penutupan harian, pengendalian bau, dan penanganan debu tetap disyaratkan untuk meminimasi gangguan jangka pendek dan dampak lingkungan sekitar. Upaya mitigasi juga berkaitan dengan produksi gas metana selama fase LFG. Sifat volatile dan heterogenitas sampah yang tergali juga menjadi faktor yang mempengaruhi dampak lingkungan yang mungkin muncul.

Pertimbangan finansial dan perbandingan biaya dan potensi pendapatan dalam proyek LFM juga dibahas secara singkat. Elemen biaya yang cukup tinggi umumnya dibutuhkan untuk penggalian, pengendalian lingkungan, pengangkutan, pemrosesan, dan remediasi lahan.  Sedangkan potensi pendapatan diperoleh dari material yang dapat didaur ulang, dan kandungan biomassa untuk pemulihan energi. Pada sebagian kasus, keuntungan di masa datang dari pengembangan kembali lahan tersebut juga menjadi bahan pertimbangan.

Implikasi terhadap pajak TPA, subsidi, legislasi dan aftercare juga menjadi poin yang dibahas. Sebagian berpendapat operasional LFM perlu mendapat kemudahan spesifik sebagai bentuk insentif upaya reklamasi lahan dan pemanfaatan kembali sumber daya material. Pembebasan pajak dari upaya remediasi lahan juga menjadi usulan. Yang juga menjadi catatan adalah bahwa salah satu keuntungan LFM adalah untuk menghilangkan resiko perubahan legislasi yang menempatkan beban tambahan pada pemilik dan pengelola TPA. Pencegahan resiko polusi di masa datang akan mencegah pula resiko sangsi di masa yang akan datang.

Pentingnya Life Cycle Assessment (LCA) dan Cost-Benefit-Analysis (CBA) juga dibahas oleh dokumen ini. LCA akan mempertimbangkan semua parameter landfill dan untuk melakukannya, manfaat LFM dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara kondisi yang membiarkan degradasi sampah secara natural dalam TPA selama periode yang tidak tentu dengan kondisi dampak terhadap proyek LFM.

Sebagai kesimpulan, dinyatakan bahwa operasional LFM cenderung rumit dan perlu pertimbangan jangka panjang terhadap pertimbangan ekonomi dan lingkungan yang terpengaruh oleh proyek. Oleh karena itu perlu dilakukan investigasi lahan secara detil dan kuantifikasi yang memadai terhadap keuntungan dan kerugian proyek LFM. [DT]