Judul Asli : Sustainable Consumption Facts and Trends – From a Business Perspective
Penerbit : WBCSD
Tahun : 2008
Tebal : 39 halaman
Fakta, tren, dan perkembangan dalam konsumsi yang berkelanjutan yang disajikan di dokumen ini, membahas hubungan antara kegiatan bisnis, tingkah laku atau kebiasaan konsumen, serta tantangan lingkungan dan sosial. Fakta dan tren yang dikembangkan oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah berdasarkan dari data – data eksisting yang diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti organisasi antar pemerintah, LSM, pemerintah, akademik, beberapa grup konsumen dan pebisnis yang menjadi member WBCSD.
Berdasarkan United Nations Commission on Sustainable Development/UNCSD (1994), definisi dari produksi dan konsumsi yang berkelanjutan adalah penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menjadikan kualitas hidup yang lebih baik, dengan meminimisasi penggunaan sumber daya alam, bahan beracun, serta emisi dari buangan dan pencemar dalam siklus hidupnya sehingga tidak membahayakan kebutuhan generasi yang akan datang. Produksi dan konsumsi yang berkelanjutan telah menjadi isu utama dalam Konferensi PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro pada tahun 1992, dan sejak itu masyarakat internasional diamanatkan untuk memperbaiki kondisi hidup secara global serta mendorong dan mempromosikan program Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan (SCP) dalam menukung inisiatif regional dan nasional menuju perubahan ke arah produksi dan konsumsi yang berkelanjutan (SCP). Oleh sebab itu, diperlukan juga peran pemerintah serta pembuat kebijakan di semua tingkat yang memiliki peran penting dalam menciptakan peraturan hukum, fiskal, serta lingkungan budaya dalam mengembangkan bisnis yang berkelanjutan. Perlunya kebijakan yang mendorong konsumsi berkelanjutan telah diakui sebagai prioritas, baik di tingkat internasional, European Union, maupun komunitas bisnis.
Dalam rangka memenuhi tantangan pembangunan yang berkelanjutan, kegiatan bisnis dapat membantu dalam mendorong tingkat dan pola konsumsi yang lebih berkelanjutan. Mengingat terdapat peran serta dan peluang dalam kegiatan bisnis, terutama dalam membantu konsumen pada saat memilih serta menggunakan barang dan jasa tersebut secara berkelanjutan. Untuk itu, bisnis harus menciptakan suatu nilai kelestarian (sustainable value) bagi konsumen dengan menyediakan produk dan layanan, yang memenuhi kebutuhan fungsional dan emosional mereka, untuk saat ini dan generasi yang akan datang, dengan menghormati batas batas kemampuan lingkungan dan nilai nilai utama lainnya.
Tingkat dan pola konsumsi dunia didorong dan sangat dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu pertumbuhan populasi dunia yang sangat cepat, peningkatan kemakmuran secara global bagi kosumen dengan tingkat penghasilan menengah dan rendah, dan budaya konsumerisme diantara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi. Berdasarkan fakta dari Source data from Earthtrends UNDP (2008), penduduk dunia diproyeksikan mencapai 9 miliar pada tahun 2050, didorong oleh pertumbuhan di negara berkembang dan negara-negara dengan pendapatan per kapita yang rendah. Studi terkini oleh WWF Living Planet Report WWF (2006) menunjukan bahwa kondisi saat ini telah melampaui batas kemampuan bumi untuk mendukung gaya hidup kita, dan kondisi tersebut telah berjalan selama 20 tahun. Selain itu, data World Bank (Global Population Trends, 2008) menunjukan bahwa kelas menengah di negara berkembang diproyeksikan akan tumbuh sebesar 300% pada tahun 2030. Di sisi lain, UNDP memaparkan bahwa budaya konsumerisme atau pola konsumsi yang berlebihan dipacu oleh tekanan sosial oleh masyarakat berpendapatan tinggi untuk tetap mempertahankan pola konsumsi yang tinggi sebagai ajang kompetisi dan pamer kekayaan.
Kemudian, dokumen ini juga menjelaskan mengenai pola konsumsi global serta dampaknya, yang mengarah pada kondisi ketidakberlanjutan dan memberikan tekanan yang cukup tinggi pada ekosistem bumi, pasokan sumber daya material yang dibutuhkan untuk pertumbuhan industri, serta sistem sosial manusia dan kesejahteraan. Mengingat alam yang memberikan dan menjamin ketersediaan sumber daya bagi industri demi keberlanjutan sistim produksi serta konsumsi. Berdasarkan Millennium Ecosystem Assessment (2005), sebesar 60% dari ekosistem telah terdegradasi dan dimanfaatkan secara tidak bijak (tidak berkelanjutan). Menurut data WWF, “ecological footprint” manusia (yang diukur berupa tekanan pada bumi dari kegiatan manusia dalam mengkonsumsi sumber daya alam) telah meningkat sebesar 125% dari daya dukungnya secara global dan dapat meningkat hingga 170% pada tahun 2040. Beberapa hal penting yang menjadi penyebab dari hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan sistem ekosistem adalah perubahan habitat (penggunaan lahan, modifikasi fisik sungai/penarikan air dari sungai, punahnya terumbu karang, rusaknya dasar laut akibat menjaring), perubahan iklim, memburu satwa langka, eksploitasi alam yang berlebihan, dan polusi. Oleh sebab itu, kegiatan ekonomi dan kepadatan penduduk cenderung berhubungan dengan besarnya ecological footprint. Konsumsi kebutuhan pokok sehari hari yang memiliki efek cukup besar bagi kerusakan lingkungan adalah makanan, transportasi, dan tempat tinggal. Selain itu, sebuah penelitian menjelaskan bahwa tingkat konsumsi yang tinggi tidak menjamin kebahagiaan, yang berarti bahwa seseorang dapat hidup berumur panjang dan bahagia tanpa mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan.
Konsumen juga memiliki peran yang cukup penting dalam konsumsi yang berkelanjutan, yakni dari segi sikap dan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Dokumen tersebut menjelaskan bahwa kepedulian konsumen akan isu lingkungan, sosial, dan ekonomi, serta kemauan untuk bertindak atas kepedulian tersebut meningkat. Namun, kemauan konsumen tersebut untuk bertindak secara nyata sepertinya belum dapat terlaksana karena beberapa keterbatasan seperti ketersediaan produk, kemampuan/daya beli konsumen, kenyamanan menggunakan produk lama, kualitas produk, prioritas yang saling bertentangan, skeptisisme dan kebiasaan.
Di sisi lain, pelaku bisnis pun memiliki peran yang penting dalam konsumsi yang berkelanjutan dengan melakukan pendekatan untuk menerapkan konsumsi yang berkelanjutan, yang saat ini menjadi bagian dalam bisnis. Adapun pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menciptakan inovasi, memberikan beberapa pilihan yang dapat mempengaruhi konsumen untuk menerapkan konsumsi yang berkelanjutan, ataupun dapat dilakukan dengan mengubah suatu produk/komponen produk yang mendukung produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Pengembangan peningkatan produk, jasa, dan model bisnis terkini telah beralih dan berfokus pada pemberian nilai sosial semaksimal mungkin dengan biaya lingkungan yang minimum. Inovasi dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan layanan dan produk yang lebih berkelanjutan dengan mengintegrasikan kelestarian serta proses siklus hidup dalam menginovasi desain suatu produk tanpa mempengaruhi kualitas, harga atau kinerja di pasar. Dalam mempengaruhi pilihan konsumen, komunikasi pemasaran dan kampanye dilakukan dalam meningkatkan kesadaran serta mendorong konsumen untuk memilih dan menggunakan produk yang lebih efisien dan berkelanjutan. Salah satunya dengan menciptakan pasar untuk produk serta model bisnis yang berkelanjutan. Dimana, penerapannya dapat dilakukan bersama dengan konsumen dan pemangku kepentingan yang memegang peranan penting, dengan menunjukkan bahwa produk serta gaya hidup yang berkelanjutan memberikan kinerja yang superior dengan harga terbaik. Selain itu, penghapusan produk, komponen produk, serta jasa/layanan yang tidak berkelanjutan dari pasar pun dapat dilakukan bersama aktor lain dalam masyarakat, seperti pembuat kebijakan, LSM, pengecer, dan sebagainya.
Kedepannya, tantangan serta beberapa pilihan untuk melakukan perubahan menuju konsumsi yang berkelanjutan adalah untuk dapat menjadi suatu panutan dalam gaya hidup yang berkelanjutan serta perubahan perilaku, mengingat konsumen memerlukan dukungan baik dari pelaku bisnis, pemerintah, dan juga masyarakat. Kemudian, pelaku bisnis pun memerlukan diskusi lebih lanjut dengan para stakeholder (konsumen, para pengecer, pelaku pasar, pembuat kebijakan, LSM) serta menetapkan kesepakatan bagi para pelaku bisnis dalam menjelaskan produk dan gaya hidup yang berkelanjutan untuk merumuskan tindakan lanjutan. Selain itu, pelaku bisnis terdepan memiliki kemampuan dalam pengutamaan konsumsi yang berkelanjutan dalam kegiatan bisnisnya, yang didukung oleh para pemangku kepentingan dengan menyambut kesempatan tersebut untuk berkerja berdampingan seiring dengan majunya bisnis.
Dengan demikian, berdasarkan fakta dan tren dalam konsumsi yang berkelanjutan, penerapannya memerlukan kerja sama yang baik dan komitmen yang kuat dari berbagai pihak terkait, yakni para pelaku bisnis, pembuat kebijakan, pemerintah, LSM, serta masyarakat. Selain itu, sebaiknya tiap pihak terkait tersebut melaksanakan tugas sesuai fungsinya masing – masing agar tidak tumpang tindih dalam mendukung serta menerapkan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan demi kelestarian lingkungan dan kehidupan yang lebih baik bagi generasi yang akan datang. [WV]