Arahan utama dari konsep EPR adalah menggantikan tanggung jawab pengelolaan lingkungan suatu produk dari pihak masyarakat (konsumen) kepada pihak swasta (produsen). Thailand memiliki banyak metode terkait penerapan EPR ini, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun implementasi yang langsung dilakukan oleh produsen produk dengan dukungan dari pemerintah. Perkembangan dan implementasi EPR di Thailand dapat dikatakan lambat. Pemerintah menyadari pentingnya konsep ini dengan menyiapkan undang-undang terkait EPR, akan tetapi masih belum dilaksanakan. Hingga saat ini, hanya kebijakan administratif yang telah disiapkan seperti Rencana Nasional Pengelolaan Limbah Terpadu untuk alat elektrik dan elektronik dan proyek uji coba seperti penyediaan perlengkapan ramah lingkungan di Departemen Pengendalian Pencemaran. Dibandingkan hal ini, implementasi EPR lebih nyata terlihat di sektor bisnis.
Saat ini Thailand telah menyusun rancangan peraturan mengenai Peningkatan Pengelolaan Limbah Berbahaya dari Produk Bekas Pakai yang diarahkan kepada pengelolaan lingkungan setelah pemakaian produk dengan menekankan kepada penambahan biaya produk dan sistem pembelian kembali untuk beberapa produk tertentu (buy-back system).
Beberapa kebijakan administrative Thailand terkait EPR:
- Rencana Nasional Produksi Bersih dan Teknologi Bersih, bertujuan untuk meningkatkan produksi bersih di semua sector termasuk industri untuk mengurangi limbah dan pencemaran
- Rencana Nasional Pengelolaan Limbah Terpadu, mengarahkan kepada pengurangan timbulan sampah termasuk pemilahan dan pemanfaatan limbah
- Rencana Strategi Limbah Elektronik, bertujuan untuk peningkatan sistem pengumpulan, pemilahan dan pengelolaan yang tepat untuk limbah elektronik. Kebijakan ini juga mengenalkan prinsip bahwa pihak yang mencemari yang harus membayar (Polluter Pays Principle) dan mencakup tanggung jawab produser, importir dan konsumen
- Draft Rencana Strategi Kemasan dan Pengelolaan Limbah Kemasan, bertujuan untuk mengurangi sampah dari kemasan dan mencakup rancangan, produksi, pemakaian, penanganan dan pembuangan kemasan
- Draft Kebijakan Peningkatan Pengelolaan Limbah Berbahaya dari Produk Bekas Pakai, bertujuan untuk mengurangi dampak dari limbah berbahaya dengan penerapan sistem penambahan biaya kepada produsen untuk produk tertentu, menyusun sistem pembelian kembali (buy-back system) dan penetapan biaya yang diperlukan untuk mengatur seluruh pendanaan pengelolaan limbah berbahaya dan barang bekas pakai.
Kebijakan ini ditetapkan bersama Kementerian Keuangan karena terkait dengan masalah pendanaan negara
Green procurement (penyediaan barang ramah lingkungan) merupakan usaha lain yang dilakukan pemerintah Thailand terkait pelaksanaan konsep EPR. Program ini dimulai pertama kali sebagai proyek uji coba Departemen Pengendalian Pencemaran dan mulai diterapkan di seluruh departemen pemerintahan pada tahun 2007 dikarenakan sebagian besar pembelian barang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini mendukung produsen untuk merancang produk yang ramah lingkungan dan sebagai tindak lanjut pemerintah diharapkan memperkenalkan kebijakan ini didukung dengan kebijakan lain ynag terkait seperti prinsip bahwa pihak yang mencemari yang harus membayar (polluter pays principle), pajak lingkungan dan sistem deposit-refund.
Berbeda dengan negara lain, konsep EPR di Thailand tidak mudah untuk diterapkan untuk peningkatan sistem pengelolaan limbah dan produksi bersih karena perekonomian Thailand sebagian besar dipengaruhi oleh industri dan ekpor produk ke negara lain sehingga sangat bergantung pada kondisi dan kebijakan negara lain sebagai mitra dagangnya. Pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) ikut menekan industri-industri di Thailand untuk meningkatkan tanggung jawab lingkungan, kesejahteraan pekerja dan sosial.
Contoh Sukses Pelaksanaan EPR oleh Pihak Swasta di Thailand:
- Ricoh (Thailand), Limited: Penyediaan barang ramah lingkungan
Dalam penyediaan bahan baku, perusahaan melakukan pembelian barang-barang ramah lingkungan yang diimpor dari induk perusahaan yang ada di Jepang yang juga menerapkan program green procurement. Lebih lanjut, perusahaan juga menerapkan program yang sama untuk penyediaan barang-barang kantor dan saat ini dalam proses untuk menjadikan sebagai kebijakan perusahaan. Di Jepang sendiri Ricoh juga menerapkan green procurement pada distributor yang menjadi rantai produk mereka. - General Motors (Thailand), Limited: Rancangan produk yang ramah lingkungan
General Motor sebagai produsen Chevrolet sudah sangat menyadari kepentingan lingkungan pada proses produksi mereka. 2 produk mobil mereka Chevrolet Optra Estate dan Chevrolet AVEO sudah mendapat pengahargaan sertifikasi lingkungan (green label) yang dinilai dari beberapa hal diantaranya penghematan pemakaian bahan bakar, emisi, daur ulang komponen mobil, minimasi penggunaan material berbahaya dan limbah yang dihasilkan. Kriteria lain seperti penggunaan logam berat pada cat, bahan kimia, potensi pengurangan ozon dari pendingin mobil dan pengelolaan limbah selama tahap produksi juga menjadi bahan pertimbangan. - Bangchak Petroleum (Publik) Company, Limited: Produk ramah lingkungan
Perusahaan ini secara terus menerus mengembangkan energy terbarukan dan meningkatkan produk yang lebih ramah lingkungan. Bangchak saat ini memproduksi Gasohol 91 dan 95, Gasohol E20 yang mana ethanol yang digunakan berasal dari produk pertanian di Thailand. Selain itu, produk baru juga mulai diperkenalkan dimana salah satu bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biodiesel berasal dari minyak makan yang dibeli dari masyarakat Bangkok sendiri. - Biodegradable Packaging for Environment Company, Limited: Produk dan rancangan ramah lingkungan
Perusahaan ini memproduksi peralatan makan dan tempat penyimpanan makanan yang ramah lingkungan. Bahan baku yang digunakan tidak berasala dari pohon ataupun produk hutan lainnya. Sebagai gantinya, bahan baku berasal dari produk pertanian yang tidak mengandung bahan beracun serta dapat hancur dalam 45 hari setelah pembuangan - Siam Cement Group (SCG): Penyediaan barang ramah lingkungan
Program ini diterapkan pada rantai produk dari para penjual dan juga penyedia jasa mereka. Green procurement juga diterapkan pada produk dan pelayanan melalui pembuatan kerangka acuan, berbagi pengetahuan dan informasi kepada mitra dagang terkait penyediaan barang ramah lingkungan. - Philips Electronic (Thailand) and Thai Toshiba Lighting Company, Limited: Take-back and environmentally sound waste disposal
Kedua perusahaan ini memproduksi bola lampu dan mereka melakukan kampanye untuk mengumpulkan bola lampu bekas pakai dari para konsumen dengan menyediakan kotak/ wadah untuk mengumpulkan atau dapat juga dikumpulkan secara langsung di tempat apabila memang terdapat dalam jumlah besar. Seluruh bola lampu bekas pakai ini ditangani dan didaur ulang dengan sangat baik. - PTT (Publik) Company, Limited: Pengelolaan limbah yang ramah lingkungan
Perusahaan ini merupakan perusahaan terbesar di Thailand bergerak di bidang minyak, gas, petrokimia. PTT telah menerapkan faktor lingkungan dan keamanan dalam tahap produksi sejak awal. PTT juga bertanggung jawab terhadap pengelolaan minyak bekas pakai. - Amway (Thailand) Company, Limited: Produk ramah lingkungan, penarikan kembali produk bekas pakai (take-back) dan daur ulang limbah.
Amway mencakup banyak produk di pasar Thailand yang saat ini berhasil mengurangi penggunaan kemasan dari segi ukuran dan pemanfaatan bahan baku. Kemasan yang digunakan juga dapat terurai secara alami. Amway juga melakukan kampanye “I’m not Rubbish” dimana kemasan bekas pakai dikumpulkan kembali untuk didaur ulang menjadi tas plastik. Pihak-pihak yang mengikuti program ini akan mendapat poin dari kemasan yang mereka kumpulkan yang nantinya dapat diganti dengan kesempatan untuk mengikuti program perjalanan ekologi. - Total Access Communication (public) Company, Limited (DTAC): Pembuangan yang ramah lingkungan
DTAC merupakan perusahaan layanan telekomunikasi yang juga menjual produk handphone. Perusahaan ini melaksanakan kampanye untuk mengumpulkan baterai handphone bekas pakai tidak hanya dari handphone yang mereka jual tetapi mereka juga menerima baterai handphone dari luar perusahaan mereka. Baterai ini dibuang ke tempat pengelolaan yang seharusnya dan ini sangat membantu penanganan limbah elektronik yang menjadi permasalahan lingkungan di Thailand
Faktor Penentu Pelaksanaan EPR di Thailand
Pelaksanaan EPR berbeda di masing-masing negara. Beberapa faktor yang berbeda menjadi penentu dalam keberhasilan implementasi EPR diantaranya persepsi dan kesadaran pihak-pihak terkait EPR, sistem pasar, status ekonomi negara dan pihak yang berkepentingan serta kebijakan dari masing-masing negara.
Di Thailand sendiri beberapa faktor yang mempengaruhi adalah:
- Penghematan operasional
Konsep EPR dapat menghasilkan penghematan pada operasional suatu produksi. EPR dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya pada tahap produksi termasuk peningkatan rancangan produk, penghematan bahan baku, pengurangan limbah dari proses produksi dan biaya pengelolaan lingkungan. Sebagai tambahan, dampak lingkungan pun dapat ditangani.
Pengambilan keputusan dan strategi oleh pihak yang berwenang menjadi hal yang sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan EPR di atas. Penerapan EPR yang tepat dapat meningkatkan produksi bersih yang dapat memberikan penghematan operasional bagi suatu perusahaan juga mampu memberikan daya saing tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak di bidang serupa. Selain itu, juga dapat mengurangi resiko masalah kesehatan pekerja sebagai benefit tambahan bagi suatu perusahaan. - Persaingan di pasar internasional
Perhatian terhadap faktor lingkungan semakin meningkat pada kegiatan perdagangan terutama di pasar internasional. Faktor lingkungan harus dikelola dengan baik karena saat ini sudah menjadi suatu peraturan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam perdagangan. - Citra produk dan izin operasional
Fokus pada bisnis tanpa memperhatikan faktor lingkungan akan dapat merusak reputasi perusahaan karena saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya tanggung jawab lingkungan. Hal ini pun semakin menambah kesempatan suatu produk untuk bersaing dengan produk lain dan memiliki nilai lebih dari produk yang lain. - Kebijakan dari perusahaan induk
Penerapan EPR dapat menjadi lebih luas dengan adanya kebijakan dari perusahaan induk yang dapat mempengaruhi dan memaksa perusahaan di bawah mereka untuk lebih meningkatkan tanggung jawab lingkungan - Sektor daur ulang informal
Sektor ini memegang peran yang juga sangat penting dalam pengelolaan limbah di Thailand. Para pekerja di sektor ini menjadi pihak yang menjadi penyedia bahan pada pasar daur ulang yang ada
Halangan terhadap pelaksanaan EPR di Thailand
Hingga saat ini di Thailand masih memungkinkan adanya impor produk secara illegal. Hal ini mengakibatkan banyak produk yang tidak diketahui produsennya sehingga tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Kondisi seperti ini mengakibatkan adanya pembuangan produk yang masih menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat sekitar.
Secara umum perusahaan di Thailand dioperasikan oleh pihak yang tidak secara langsung terlibat di perdagangan internasional. Seperti yang diketahui, faktor ini sangat menentukan dimana persaingan pasar internasional dan kebijakan dari perusahaan induk sangat mempengaruhi.
Penentuan harga juga menjadi salah satu hambatan. Umumnya produk ramah lingkungan akan memiliki harga yang lebih tinggi. Hal ini menjadi hambatan karena harga masih menjadi faktor utama dalam pemilihan produk terutama untuk masyarakat negara berkembang.
Penyebarluasan pengetahuan dan informasi sangat diperlukan terutama mengenai contoh sukses di negara lain sehingga ikut mendorong praktek pelaksanaan EPR di negri sendiri.
Langkah Thailand selanjutnya dalam penerapan EPR
Untuk semakin mengembangkan penerapan EPR di Thailand, pemerintah, pihak swasta dan pihak berkepentingan lainnya harus ikut menyadari beberapa hal berikut yaitu peningkatan kesadaran konsumen mengenai tanggung jawabnya, dukungan dari perusahaan yang lebih besar dalam hal berbagi pengetahuan dan pengalaman, pelatihan dan sebagainya. Selain itu pengenalan pada kebijakan dan mekanisme berbasis pasar dan tentunya adanya dukungan pemerintah melalui kebijakan yang dapat mengajak semakin banyak pihak untuk ikut terlibat dalam implementasi EPR.
Kesimpulan
EPR sangat memungkinkan untuk diterapkan dengan sukses di Thailand meskipun banyak juga tantangan yang harus dihadapi. Kerja sama yang solid antara pemerintah sektor bisnis menentukan pencapaian keberhasilan EPR. Dalam rangka penerapan kebijakan EPR, hal-hal terkait sosial, kondisi nasional dan internasional perlu menjadi pertimbangan sehingga dapat secara efektif menentukan pendekatan terbaik yang bisa dilakukan dalam pelaksanaan EPR. [DT]